pernahkah kamu mendengar kisah yang begitu mengetukmu..?
baru saja, kujumpai kisah.. yang sekali lagi begitu menyentuh hati~
dan semoga kisah ini dapat menyentuh hati banyak orang dan membawa p.e.r.u.b.a.h.a.n yang lebih baik bagi diri ini, dan orang lain~
inilah kisah sang kakek tua, penjual amplop di ITB~
Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen ITB, Rinaldi Munir.
adalah kisah tentang seorang kakek, yg tidak lelah dan gentar berjuang untuk hidup, dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di masjid salman itb.
sahabat, zaman sekarang..
amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan,
tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya
dan pulang dengan tangan hampa,
mari kita dengar, kisah sang penulis
"setiap menuju ke masjid salman itb untuk shalat jumat, saya selalu melihat seorang kakek tua yg duduk terpekur, di depan dagangannya. hmm.. taukah apa yang ia jual?
ia menjual kertas amplop yg sudah dibungkus di dalam plastik, sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yg memenuhi pasar kaget di seputaran jalan ganesha setiap jumat.
pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, dvd bajakan, barang mainan anak, sepatu, dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yg tdk terlalu dibutuhkan pada zaman serba elektronis ini.
masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun kakek itu tetap menjual amplop. mungkin kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yg serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.
kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yg tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba.
siapa sih yang mau membeli amplopnya itu?
tidak satupun orang yg lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid salman seolah tidak mempedulikan kehadiran kakek tua itu.
kemarin ketika hendak shalat jumat di salman, saya melihat kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur, saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkannya.
yah, sekedar ingin membantu kakek itu melariskan dagangannya.
seusai shalat jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu.
“seribu”, jawabnya dengan suara lirih.
oh tuhan, harga sebungkus amplop yg isinnya sepuluh lembar itu, hanya seribu rupiah? uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala, pada pedagang gorengan di dekatnya! uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan, kala mendengar harga yang sangat murah itu.
“saya beli ya pak, sepuluh bungkus" kata saya
kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar.
adalah kisah tentang seorang kakek, yg tidak lelah dan gentar berjuang untuk hidup, dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di masjid salman itb.
sahabat, zaman sekarang..
amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan,
tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya
dan pulang dengan tangan hampa,
mari kita dengar, kisah sang penulis
"setiap menuju ke masjid salman itb untuk shalat jumat, saya selalu melihat seorang kakek tua yg duduk terpekur, di depan dagangannya. hmm.. taukah apa yang ia jual?
ia menjual kertas amplop yg sudah dibungkus di dalam plastik, sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yg memenuhi pasar kaget di seputaran jalan ganesha setiap jumat.
pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, dvd bajakan, barang mainan anak, sepatu, dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yg tdk terlalu dibutuhkan pada zaman serba elektronis ini.
masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun kakek itu tetap menjual amplop. mungkin kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yg serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.
kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yg tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba.
siapa sih yang mau membeli amplopnya itu?
tidak satupun orang yg lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid salman seolah tidak mempedulikan kehadiran kakek tua itu.
kemarin ketika hendak shalat jumat di salman, saya melihat kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur, saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkannya.
yah, sekedar ingin membantu kakek itu melariskan dagangannya.
seusai shalat jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu.
“seribu”, jawabnya dengan suara lirih.
oh tuhan, harga sebungkus amplop yg isinnya sepuluh lembar itu, hanya seribu rupiah? uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala, pada pedagang gorengan di dekatnya! uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan, kala mendengar harga yang sangat murah itu.
“saya beli ya pak, sepuluh bungkus" kata saya
kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar.
saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop?
kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir.
tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp750.
tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp750.
“kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya.
jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si kakek tua.
Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dg menaikkan harga jual, sehingga keuntungan berlipat-lipat, kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yg tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja, keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan.
siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang?
dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.
setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat kakek tua itu untuk membeli makan siang. Si kakek tua menerima uang itu dengan tangan bergetar, sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis.
saya segera bergegas pergi meninggalkannya, karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata.
sambil berjalan saya teringat status seorang teman di facebook,
yang bunyinya begini:
“kakek-Kakek tua menjajakan barang dagangan yg tak laku-laku, ibu-ibu tua yg duduk tepekur di depan warungnya yg selalu sepi"
carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal, dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”
si kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku.
cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka, adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka, meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal dari pada harga di mal dan toko.
tetapi dg membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya,
karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.
dalam pandangan saya kakek tua itu lebih terhormat, daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. para pengemis itu mengerahkan anak-anak, untuk memancing iba para pejalan kaki.
tetapi si kakek tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yg keuntungannya tidak seberapa,
di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yg saya beli tadi, mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu, tetapi uang sepuluh ribu yg saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si kakek tua.
kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya.
mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si kakek tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.
mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan nikmat yang lebih daripada kakek ini.
tentu saja syukur ini akan jadi sekedar basa-basi bila tanpa tindakan nyata.
mari kita bersedekah lebih banyak, kepada orang-orang yg diberikan kemampuan ekonomi lemah.
jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si kakek tua.
Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dg menaikkan harga jual, sehingga keuntungan berlipat-lipat, kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yg tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja, keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan.
siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang?
dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.
setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat kakek tua itu untuk membeli makan siang. Si kakek tua menerima uang itu dengan tangan bergetar, sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis.
saya segera bergegas pergi meninggalkannya, karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata.
sambil berjalan saya teringat status seorang teman di facebook,
yang bunyinya begini:
“kakek-Kakek tua menjajakan barang dagangan yg tak laku-laku, ibu-ibu tua yg duduk tepekur di depan warungnya yg selalu sepi"
carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal, dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”
si kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku.
cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka, adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka, meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal dari pada harga di mal dan toko.
tetapi dg membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya,
karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.
dalam pandangan saya kakek tua itu lebih terhormat, daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. para pengemis itu mengerahkan anak-anak, untuk memancing iba para pejalan kaki.
tetapi si kakek tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yg keuntungannya tidak seberapa,
di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yg saya beli tadi, mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu, tetapi uang sepuluh ribu yg saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si kakek tua.
kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya.
mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si kakek tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.
mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan nikmat yang lebih daripada kakek ini.
tentu saja syukur ini akan jadi sekedar basa-basi bila tanpa tindakan nyata.
mari kita bersedekah lebih banyak, kepada orang-orang yg diberikan kemampuan ekonomi lemah.
Allah akan membalas setiap sedekah kita, amiin.
semoga bermanfaat."
subhanallah walhamdulillah~
wallahualam bishowab,
wassalamualaykum warahmatullah wabarakatuh,
barakallahu fiikum
~*aisyah asyafiyah*~
Diambil dari :
notes mbak @Almira Qatrunnada Qurratu'ain
dari mbak @
Aisyah Asyafiyah
3 Komentarmu..:
nyesek :'(
spechless :'(
subhanallah banget ceritanya... *ngucek-ngucek mata*
boleh izin aku taro di blog aku ga? nanti aku cantumin creditnya deh hehe ^^V
@syifaAzz : aku juga gitu waktu bacanya mbak :( semoga kita bisa jadi orang yang pandai bersyukur..
@miruna : boleh banget kok. biar saling mengingatkan gitu, kan amal jariyah :D
nggak usah di cantumin namanya juga oke :))
Posting Komentar